Minggu, 25 Maret 2012

Pemanfaatan Limbah Peternakan dalam Menunjang Kebutuhan Energi Rumah Tangga Petani di Kabupaten Grobogan PDF Print E-mail
   
Biogas Kabupaten GroboganKabupaten Grobogan mempunyai potensi peternakan yang cukup besar, khususnya jenis ternak besar. Pada tahun 2010, populasi ternak ruminansia masing-masing sebesar 137.843 ekor sapi potong, 2.545 ekor kerbau, 335 ekor sapi perah, 492 ekor kuda, 104.703 ekor kambing, 14.936 ekor domba dan 215 ekor babi (Sumber: Grobogan Dalam Angka (GDA) tahun 2011). Populasi yang besar ini menjadikan Kabupaten Grobogan menjadi salah satu pensuplai kebutuhan daging di Jawa Tengah, Selain memberikan hasil berupa ketersediaan daging , peternakan juga memberikan hasil sampingan berupa limbah kotoran yang melimpah. Selama ini limbah peternakan tersebut dimanfaatkan masyarakat sebagai pupuk organic untuk tanaman pertanian.
Limbah peternakan berupa kotoran tersebut mengandung gas Metan (CH4) yang dapat merusak lapisan ozon dan berdampak secara global terhadap pemanasan global. Memang kandungan gas metan di dunia ini hanya sekitar 10% dari total gas pembentuk gas rumah kaca, namun metan memiliki dampak 21 kali lebih besar dari gas karbondioksida (CO2) yang banyak dihasilkan oleh asap kendaraan bermotor. Gas metana yang keluar dari proses fermentasi kotoran ternak sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga. Penggunaan gas metana sebagai bahan bakar rumah tangga akan sangat mengurangi proses perusakan lapisan ozon di atmosfer.
Penduduk Kabupaten Grobogan yang memiliki ternak sapi potong sebagian besar adalah petani. Sebagaian besar penduduk Kabupaten Grobogan tidak memanfaatkan limbah peternakan tersebut untuk kebutuhan lain. Sebenarnya di Kabupaten Grobogan sudah terdapat beberapa demplot Biogas, namun keberadaannya tidak merata. Kebutuhan energi mereka sebagian besar adalah kayu bakar yang mereka cari di ladang atau hutan. Sumber energi masyarakat yang berasal dari kayu bakar apabila tidak memperhatikan keseimbangan akan dapat menimbulkan dampak buruk terhadap kelestarian hutan dan lingkungan.
Sisa dari proses biogas ini merupakan pupuk organic unggulan siap pakai yang dapat digunakan oleh petani – peternak untuk memupuk tanaman atau dijual sebagai pupuk organik.  Dengan demikian pengolahan limbah peternakan menjadi biogas, tidak menghilangkan manfaat limbah tersebut untuk pupuk pertanian mereka.
Selain keuntungan dari segi ekonomis, bioagas juga memberikan manfaat dari segi ekologis. Pengurangan konsentrasi gas metan secara local dapat berperan dalam upaya mengatasi masalah global, terutama dalam hal ini adalah efek gas rumah kaca dan pemanasan iklim dunia. Apabila pemanfaatan kotoran ternak sebagai penghasil biogas dapat dioptimalkan, Kabupaten Grobogan sebagai salah satu pusat peternakan Jawa Tengah  dapat menjadi contoh bagi Kabupaten lain dalam menerapkan konsep produksi bersih (zero waste) dalam bidang peternakan.
Potensi limbah peternakan yang cukup besar di Kabupaten Grobogan sudah saatnya dimanfaatkan untuk menunjang kebutuhan energi petani. Energi biogas ini memliki beberpa keunggulan antara lain dapat digunakan untuk memasak seperti menggunakan kompor gas dengan nyala api yang sama panasnya dengan LPG


Pemanfaatan Limbah Peternakan Sapi

Pada umumnya peternakan sapi bertujuan untuk menghasilkan menghasilkan daging melalui proses pembesaran dan susu. Selain itu juga menghasilkan kulit, tulang, urine, dan kotoran. Kotoran merupakan salah satu masalah bagi para peternak. Di peternakan besar yang memiliki ratusan ekor sapi, bila dibiarkan kotoran tersebut lama-kelamaan akan menggunung. Bila tidak ditangani secara serius akan menimbulkan bau yang menyengat dan pencemaran lingkungan.

Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan kotoran sebagai pupuk kompos. Kompos yang baik adalah yang sudah cukup mengalami pelapukan dan dicirikan oleh warna yang sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan sesuai suhu ruang. Proses pembuatan dan pemanfaatan kompos dirasa masih perlu ditingkatkan agar dapat dimanfaatkan secara lebih efektif, menambah pendapatan peternak dan mengatasi pencemaran lingkungan. Di tengah kelangkaan dan mahalnya harga pupuk non organik (kimia), pupuk kompos adalah alternatif yang paling baik. Selain banyaknya kotoran, pembuatan pupuk kompos juga sangat mudah. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk sudah dilakukan petani secara optimal di daerah-daerah sentra produk sayuran. Sayangnya masih ada kotoran ternak tertumpuk di sekitar kandang dan belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber pupuk. Dengan begitu keluhan petani saat terjadi kelangkaan atau mahalnya harga pupuk non organik dapat diatasi dengan menggiatkan kembali pembuatan dan pemanfaatan pupuk kompos.
Kotoran sapi dapat dibuat menjadi beberapa jenis kompos yaitu curah, blok, granula dan bokhasi. Kompos sebagai pupuk organik yang berbahan kotoran sapi mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan pupuk anorganik. Selain itu, kompos juga mempunyai prospek dan peluang yang besar untuk dipasarkan secara lebih meluas untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia. Penyediaan kompos organik yang berkelanjutan dan praktis dapat mempermudah petani untuk memanfaatkannya sebagai penyubur tanah dan tanaman pertaniannya.
Prinsip yang digunakan dalam pembuatan kompos adalah proses pengubahan limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktivitas biologis pada kondisi yang terkontrol. Bahan yang diperlukan adalah kotoran sapi : 80 – 83%, serbuk gergaji (bisa sekam, jerami padi dll) : 5%, bahan pemacu mikroorganisame : 0.25%, abu sekam : 10% dan kalsit/kapur : 2%, dan juga boleh menggunakan bahan-bahan yang lain asalkan kotoran sapi minimal 40%, serta kotoran ayam 25 %.
Tempat pembuatan adalah sebidang tempat beralas tanah dan dibagi menjadi 4 bagian (lokasi 1, 2, 3, 4) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan dan tempat tersebut ternaungi agar pupuk tidak terkena sinar matahari dan air hujan secara langsung. Prosesing pembuatannya adalah pertama kotoran sapi (fases dan urine) diambil dari kandang dan ditiriskan selama satu minggu untuk mendapatkan kadar air mencapai + 60%, kemudian kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut dipindahkan ke lokasi 1 tempat pembuatan kompos dan diberi serbuk gergaji atau bahan yang sejenis seperti sekam, jerami padi dll, serta abu, kalsit/kapur dan stardec sesuai dosis, selanjutnya seluruh bahan campuran diaduk secara merata. Setelah satu minggu di lokasi 1, tumpukan dipindahkan ke lokasi 2 dengan cara diaduk/dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu hingga mencapai 70 derajat celcius untuk mematikan pertumbuhan biji gulma sehingga kompos yang dihasilkan dapat bebas dari biji gulma.
Selain sebagai pupuk kompos, kotoran juga bisa dimanfaatkan sebagai biogas. Biogas merupakan salah satu sumber energi yang berasal dari sumber daya alam hayati. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi yang relatif kurang oksigen (anaerob). Sumber bahan untuk menghasilkan biogas yang utama adalah kotoran ternak sapi, kerbau, babi, kuda dan unggas; dapat juga berasal dari sampah organik.
Pada beberapa tahun terakhir istilah Biogas memang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat kita. Telah banyak terobosan teknologi tepat guna yang diciptakan baik kalangan insiyur, akademisi maupun masyarakat umum untuk pemanfaatan salah satu energi alternatif terbarukan ini. Bahkan sebagian masyarakat pedesaan di beberapa propinsi, terutama para peternak sapi telah menggunakan teknologi ramah lingkungan ini sebagai pemenuhan kebutuhan bahan bakar sehari-hari. Dengan kata lain, mereka telah berhasil mencapai swadaya energi dengan tidak lagi menggunakan minyak tanah untuk memasak, bahkan juga untuk penerangan.
Potensi kotoran sapi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan Biogas sebenarnya cukup besar, namun belum semua peternak memanfaatkannya. Bahkan selama ini telah menimbulkan masalah pencemaran dan kesehatan lingkungan. Umumnya para peternak membuang kotoran sapi tersebut ke sungai atau langsung menjualnya ke pengepul dengan harga sangat murah. Padahal dari kotoran sapi saja dapat diperoleh produk-produk sampingan (by-product) yang cukup banyak. Sebagai contoh pupuk organik cair yang diperoleh dari urine mengandung auksin cukup tinggi sehingga baik untuk pupuk sumber zat tumbuh. Serum darah sapi dari tempat-tempat pemotongan hewan dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman, selain itu dari limbah jeroan sapi dapat juga dihasilkan aktivator sebagai alternatif sumber dekomposer.
Biogas sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan, dapat dibakar seperti gas elpiji (LPG) dan dapat dugunakan sebagai sumber energi penggerak generator listrik. Kotoran dari 2 ekor ternak sapi atau 6 ekor ternak babi dapat menghasilkan kurang lebih 2 m3 (1 kg LPG) biogas per hari. Saat ini berbagai jenis bahan dan ukuran peralatan biogas telah dikembangkan sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, jenis, jumlah dan pengelolaan kotoran ternak.
Gas metan ini sudah lama digunakan oleh warga Mesir, China, dan Roma kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil panas. Sedangkan proses fermentasi lebih lanjut untuk menghasilkan gas metan ini pertama kali ditemukan oleh Alessandro Volta (1776). Hasil identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada tahun 1806. Dan Becham (1868) murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah orang pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan gas metan.
Pada prinsipnya, pembuatan Biogas sangat sederhana, hanya dengan memasukkan substrat (kotoran ternak) ke dalam digester yang anaerob. Dalam waktu tertentu Biogas akan terbentuk yang selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi, misalnya untuk kompor gas atau listrik. Penggunaan biodigester dapat membantu pengembangan sistem pertanian dengan mendaur ulang kotoran ternak untuk memproduksi Biogas dan diperoleh hasil samping (by-product) berupa pupuk organik. Selain itu, dengan pemanfaatan biodigester dapat mengurangi emisi gas metan (CH4) yang dihasilkan pada dekomposisi bahan organik yang diproduksi dari sektor pertanian dan peternakan, karena kotoran sapi tidak dibiarkan terdekomposisi secara terbuka melainkan difermentasi menjadi energi gas bio. Sebagaimana kita ketahui, gas metan termasuk gas rumah kaca (greenhouse gas), bersama dengan gas CO2 memberikan efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global. Pengurangan gas metan secara lokal ini dapat berperan positif dalam upaya penyelesaian masalah global.
Pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Sedangkan pada tahap metanogenik adalah proses pembentukan gas metan. Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau digunakan langsung pada kompor untuk memasak, menggerakan generator listrik, patromas biogas, penghangat ruang/kotak penetasan telur dll.
Dengan pemanfaatan limbah kotoran sapi yang semula menjadi masalah dapat bermanfaat. Bahkan, bila dikembangkan dengan baik dapat menjadi mata pencaharian baru bagi para peternak karena besarnya potensi yang dimiliki Indonesia. Selain itu, pemanfaatan limbah kotoran sapi juga dapat menyelamatkan lingkungan dari pencemaran serta pemanasan global karena dapat diolah sebagai biogas. Kurangnya kesadaran masyarakat dianggap sebagai faktor terbesar yang menyebabkan belum banyaknya pemanfaatan limbah ternak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar